15 Kepeng

20

Prolog: Otohajar

Setelah 10 tahun berwujud sebagai Hning di dunia maya, dua bulan menulis dengan nama Alia Makki menyebabkan bebal inspirasi yang tak wajar. Bukan saja beban mental & sejarah Alia terangkut dalam dunia maya, tapi Hning sebagai pribadi utuh di dunia maya makin tergusur beban kredibilitas, wadah dan  yah, realita bahwa manusia tidak bisa makan & menghisap kita.

Ditambah dengan gegar Ramadhan yang menajamkan ketergantungan nikofein (nikotin + kafein), kami — Alia & Hning — juga mengalami krisis identitas. 

Dari segi spiritual, memiliki dua pribadi yang sangat nyata di ruangnya masing-masing sebenarnya sama ngawurnya dengan sikukuh satu atau tigabelas pribadi. Karena manusia sebenarnya bebal tidak ada, dan yang kekal malah yang tak nampak.

Di bukunya, Tidak. Jibril Tidak Pensiun, Emha Ainun Nadjib menyeka dongeng Siti Djenar  dengan lerainya:

“Apa yang [Siti Djenar] lakukan hanyalah peniadaan diri. Sebab, memang hanya itulah satu-satunya jalan bagi manusia. Hanya Tuhan yang sungguh-sungguh ada! Maka, jalan agar tak palsu, agar sejati, ialah meniada, bergabung kepada satu-satunya yang ada. Itulah tauhid.”

Rupanya adu ego [Siapa yang berhak nampang di ruang ini/itu?] adalah intermezzo dari argumen yang sebenarnya, [Apapun yang lu omongin, ada ibadahnya apa kagak?]

=================

 “Empat hal tak pernah tercukupi : Gurun dari air, akal dari ilmu, mukmin dari amal saleh, wanita dari lelaki ” – Kyaine, di rumah.

Setahun di Aceh sebagai kacung LSM Internasional mengajari saya:

  1. Selemah apapun, manusia memiliki kapasitas untuk mencapai kebutuhannya. Hanya perlu distimulasi wawasannya.
  2. Stimulasi wawasan yang diinginkan umumnya manusia yang berhubungan dengan keserakahan.
  3. Manusia tak perlu distimulasi untuk jadi (lebih) serakah.

Duapuluh-tiga tahun di Saudi mengajari saya:

  1. Tuhan tidak menyangkut di mesjid maupun literatur agama. Tuhan ada di mana kita mencariNya.
  2. Semua agama bisa/pernah dipolitisasi untuk menggerakkan manusia.
  3. Tinggal dekat dengan kiblat dan makam Kanjeng Nabi tidak menjamin keimanan, kebaikan apalagi kebahagiaan.
  4. Hidup berkecukupan juga tidak menjamin kebahagiaan. Apalagi kedamaian.
  5. Takaran pangan di mana-mana sama : makan 3x sehari, 4 sehat 5 sempurna, tiap kali sepiring.
  6. Piramida Kebutuhan Maslow, tidak pernah menyebutkan jadi hartawan dalam perjalanan menuju aktualisasi diri.
  7. Perjalanan lebih penting dari tujuan. Karena perjalanan masih bisa diakali, sementara tujuan masih di sana.

Sebulan tinggal di Brebes mengajari saya:

  1. Tuhan ada di mana kita mencariNya.
  2. Hijrah adalah imigrasi lahir-batin, ke tempat di mana Tuhan lebih nampak.
  3. Menahan diri dari godaan juga terhitung ibadah.
  4. Takaran surga kita berlainan; ada yang hanya butuh rumah sepetak, ada yang puas dengan villa 3 kamar, ada lagi yang harus memiliki 3 istri, di 3 negara.
  5. Orang kaya, di semua agama, tidak masuk surga.

________________________
Artikel ini ditulis oleh : Alia Makki